Episode keempat Hikayat Podcast ini membahas fenomena modern dan menarik, serta pelajaran mendalam dari kisah anak-anak Nabi Adam, dengan fokus pada tanggung jawab, amanah, dan peran seorang ibu yang shalihah.
Fenomena “Sekolah Bayi”
Di awal video, para host membahas fenomena modern yang mengejutkan, yaitu “Sekolah Bayi”. Mereka menemukan adanya lembaga pendidikan formal yang menerima murid sejak usia bayi.
Mereka merefleksikan bahwa fenomena ini muncul karena kondisi di mana kedua orang tua bekerja sehingga membutuhkan tempat penitipan. Hal ini mengingatkan pada lelucon lama di mana TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an) diplesetkan menjadi “Tempat Penitipan Anak” — yang kini benar-benar terjadi di masyarakat.
Kisah Utama: Ketika Adam Menitipkan Anak
- Panggilan ke Baitullah: Allah ﷻ memerintahkan Nabi Adam untuk mengunjungi Rumah-Nya (Baitullah/Ka’bah).
- Fitrah Orang Tua: Sebagai seorang ayah, Nabi Adam merasa khawatir meninggalkan anak-anaknya karena perjalanan itu memakan waktu lama.
- Langit, Bumi, dan Gunung Menolak: Adam mencoba menitipkan amanah (anak-anaknya) kepada makhluk-makhluk Allah ﷻ yang besar:
- Dia meminta Langit untuk menjaga mereka, namun Langit menolak, merasa tidak sanggup. Para host mengambil pelajaran bahwa “hati orang tua itu lebih luas daripada langit.”
- Dia meminta Bumi, namun Bumi juga menolak.
- Dia meminta Gunung yang kokoh, namun Gunung pun menolak.
 
- Amanah Diterima Manusia: Penolakan ini mengingatkan pada ayat Al-Qur’an:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا (Surah Al-Ahzab [33]:72) — “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya; dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim lagi sangat bodoh.” 
- Qabil Menerima Amanah: Akhirnya, Adam menitipkan amanah kepada anak sulungnya, Qabil. Dengan penuh percaya diri, Qabil menjamin bahwa keluarganya akan baik-baik saja. Namun saat itu hatinya sudah dipenuhi hasad (kedengkian).
- Sifat Manusia: Ini menunjukkan sifat dasar manusia yang ẓalūman jahūlan — sangat zalim dan sangat bodoh — namun tetap nekat menerima amanah besar yang ditolak oleh makhluk lain.
Pelajaran 1: Ayah, Jangan Salah Memilih Ibu
- Tugas utama seorang ayah adalah mencari nafkah, yang seringkali mengharuskannya pergi jauh atau sibuk di luar rumah.
- Seorang ayah tidak perlu khawatir meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja, asalkan ia tidak salah memilih ibu untuk anak-anaknya.
- Ibu adalah penjaga utama. Jika seorang ayah harus pergi, titipan pertamanya adalah kepada istrinya. Inilah jihad terbesar seorang ibu.
- Hadis tentang Istri Shalihah:
 Rasulullah ﷺ bersabda:خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ “Sebaik-baik wanita ialah yang apabila engkau memandangnya, ia menyenangkanmu; apabila engkau memerintahnya, ia menaatimu; dan apabila engkau tidak ada, ia menjaga kehormatan dirinya dan hartamu.” (HR. An-Nasā’ī no. 3231, Ahmad, dan Ibnu Majah). 
Pelajaran 2: Titipan Terbaik Adalah Allah
- Jika menitipkan pada ibu adalah ikhtiar manusiawi, maka penitipan hakiki adalah kepada Allah ﷻ.
- Doa Safar: Diajarkan oleh Nabi ﷺ:
اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ “Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan penjaga keluarga yang ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 1342). 
- Lupa Allah: Masalah manusia modern adalah ketika hendak menitipkan anak, yang pertama dipikirkan adalah lembaga, daycare, atau babysitter, bukan Allah ﷻ.
- Kekuatan Titipan: “Tidak akan pernah hilang dan tak akan rusak apa pun yang dititipkan kepada Allah ﷻ.”
- Kisah Musa dan Khidir: Sebagai bukti, dibawakan kisah Nabi Musa dan Khidir yang membangun tembok untuk dua anak yatim. Allah ﷻ mengutus dua Nabi untuk menjaga harta anak yatim karena:
وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا — “Dan ayah mereka adalah orang yang shalih.” (Surah Al-Kahfi [18]:82) 
Kisah Penutup: Rebutan Mengasuh Anak Yatim
- Sebagai kontras dari fenomena “lempar tanggung jawab” di zaman modern, podcast ini ditutup dengan kisah para sahabat Nabi ﷺ.
- Setelah peristiwa Hudaibiyah, saat Nabi ﷺ dan para sahabat hendak meninggalkan Makkah, putri dari Hamzah (paman Nabi ﷺ yang telah syahid) berlari mengejar mereka sambil memanggil, “Paman! Paman!”
- Tiga sahabat mulia — Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah — berebut hak asuh anak yatim itu:
- Ali berkata, “Dia putri pamanku.”
- Ja’far berkata, “Dia putri pamanku, dan istriku adalah bibinya (khalah).”
- Zaid berkata, “Dia putri saudaraku (dalam Islam).”
 
- Rasulullah ﷺ kemudian memutuskan hak asuh jatuh kepada Ja’far bin Abi Thalib karena istrinya adalah bibi anak tersebut. (Hadis ini diriwayatkan dalam Sahih al-Bukhārī no. 2699 dan Muslim no. 1729.)
Kisah ini menunjukkan betapa mulianya para sahabat yang memperebutkan tanggung jawab mengasuh anak yatim — sangat kontras dengan Qabil yang berkhianat atas amanah, dan fenomena modern di mana banyak orang justru menghindari tanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Tonton video lengkapnya untuk mendapat lebih banyak faidah..
 
                
Belum ada yang komen nih..