Hikmah Abadi Kisah Qabil dan Habil: Ketika Darah yang Tumpah Merusak Rezeki di Bumi
Video podcast “APA YANG SALAH DARI CARI NAFKAH DI ZAMAN SEKARANG?” (Eps 6 HIKAYAT PODCAST #2) membawa pemirsa pada kajian mendalam mengenai dampak spiritual dari pertumpahan darah pertama di bumi, yaitu kisah Qabil dan Habil. Kajian ini secara mengejutkan menghubungkan tragedi kuno tersebut dengan krisis pangan, kesulitan mencari nafkah, dan isu geopolitik di masa kini.
Penyesalan Qabil dan Peringatan Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ
Setelah melakukan pembunuhan, Qabil dilanda kebingungan dan penyesalan yang mendalam (faasbaha minanadimin). Karena masih memiliki nurani, ia tidak tega meninggalkan jasad adiknya. Qabil pun menggendong jasad Habil berkeliling bumi selama satu tahun penuh. Perilaku Qabil yang menyesal ini sungguh kontras dengan betapa mudahnya orang di zaman sekarang “menghalalkan darah” atau mengorbankan orang lain, bahkan demi kepentingan politik.
Ketika kembali, Qabil berbohong kepada ayahnya, Nabi Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, dengan mengatakan tidak tahu keberadaan Habil. Namun, Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ menjawab dengan kalimat yang sangat keras, “Darah adikmu memanggil-manggil dari bawah tanah.”
Dua Konsekuensi Abadi dari Dosa Pertama
Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ kemudian menyampaikan dua konsekuensi besar yang akan menimpa Qabil karena telah menumpahkan darah yang diharamkan:
- Kekacauan Hidup: Qabil akan hidup tersesat dan dalam kebingungan di bumi.
- Kerusakan Tanah: Bumi tidak akan lagi memberikan hasil terbaiknya (panen) kepadanya, sebab bumi telah menelan darah yang haram ditumpahkan.
Hukuman kedua ini sangat relevan karena Qabil adalah seorang petani. Ini merupakan pelajaran mahal bahwa ada hubungan langsung antara dosa dan pertumpahan darah dengan hilangnya keberkahan serta kesuburan bumi, yang secara langsung memengaruhi rezeki dan nafkah.
Pelajaran dari Burung Gagak dan Urgensi Ilmu
Qabil yang kebingungan akhirnya mendapat petunjuk dari Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ melalui dua ekor burung gagak. Ia menyaksikan salah satu gagak menguburkan gagak lain yang telah mati setelah berkelahi.
Melihat adegan ini, penyesalan Qabil bertambah dalam. Ia merasa dirinya sungguh bodoh karena tidak mampu melakukan hal sesederhana yang dilakukan seekor burung. Kisah ini mengajarkan bahwa melakukan kejahatan besar, bahkan pembunuhan, bisa terjadi akibat kurangnya ilmu. Kehadiran ilmu (walaupun dari contoh seekor burung) justru memperdalam penyesalan pelakunya.
Relevansi Modern: Darah, Pangan, dan Syariat
Kisah Qabil dan Habil memiliki kaitan erat dengan kondisi masa kini. Jika darah Habil memanggil-manggil dari tanah, maka darah para syuhada (martir) di berbagai belahan bumi, terutama di negeri jihad, juga sedang memanggil-manggil kepekaan kita.
Permasalahan kesulitan mencari nafkah, krisis pangan, dan kegagalan panen saat ini bukan hanya masalah fisik (seperti pupuk) melainkan masalah spiritual dan keadilan. Ketika manusia “berpaling” dari syariat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ, mereka cenderung mengeksploitasi bumi tanpa peduli pada larangan merusak bumi (Wala tufsidu fil ardhi ba’da islahiha).
Eksploitasi ini merusak kesuburan tanah, yang berujung pada kekurangan pangan. Kekurangan pangan yang meluas inilah yang kemudian memicu kejahatan dan pertumpahan darah lebih lanjut, menciptakan “mata rantai setan” yang bermula dari ketidakadilan dan menjauhnya aturan ilahi. Oleh karena itu, menjaga nyawa (hifdzun nafs) adalah satu dari lima hal asasi yang harus dijaga dalam kehidupan manusia.
Refleksi dan Harapan
Kisah ini juga menyisipkan pelajaran penting dalam mendidik keluarga:
- Intuisi Orang Tua: Orang tua, seperti Nabi Adam عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ, seringkali memiliki “sense” dan mengetahui ketika anak mereka berbohong.
- Peran Ayah: Peran seorang ayah sangat penting dalam mengelola konflik dan menanamkan ilmu di antara anak-anak.
Sebagai penutup, ada harapan besar. Dijelaskan dalam hadis bahwa di akhir zaman, ketika keadilan tegak kembali, bumi akan diperintahkan untuk mengembalikan keberkahannya. Contohnya, satu buah delima dapat tumbuh begitu besar hingga cukup dimakan oleh sekian banyak orang.
Pesan intinya jelas: jika kesulitan mencari nafkah dan kegagalan panen terjadi karena dosa dan pertumpahan darah, maka untuk mengembalikan keberkahan bumi, kita harus terlebih dahulu mengembalikan keadilan, menguatkan spiritualitas, dan menjauhi pertumpahan darah haram.
Tonton video lengkapnya untuk mendapat lebih banyak faidah..
 
                
Belum ada yang komen nih..