Surga pun Tak Sempurna Tanpa Pasangan: Memahami Esensi Sakinah dari Kisah Nabi Adam AS
Fenomena enggan menikah semakin marak. Banyak yang berdalih bahwa mereka sudah “cukup” dengan teman, hobi, dan fasilitas hidup. Mereka merasa nyaman sendirian dan menganggap pernikahan hanya membawa beban.
Namun, benarkah kebahagiaan sejati dapat ditemukan dalam kesendirian? “Hikayat Podcast Episode 2: Surga Yang Tak Sempurna” membongkar ilusi kenyamanan ini, membawa kita kembali ke kisah manusia pertama, Nabi Adam AS, untuk memahami hakikat ketenangan (sakinah) yang sesungguhnya.
1. Kesepian di Tempat Paling Indah
Podcast ini menantang argumen bahwa seseorang tidak kesepian meskipun melajang. Seringkali, kegiatan seperti begadang, terus-menerus nongkrong, atau larut dalam hiburan hanyalah upaya untuk mengusir rasa sepi yang paling menusuk, yaitu saat malam tiba.
Fakta terkuat ada pada kisah penciptaan Adam. Adam, seorang nabi yang berada di surga, tempat kenikmatan abadi yang bebas dari rasa sedih dan khawatir, ternyata masih merasakan kesepian (wahsyi) sebelum Hawa diciptakan. Jika kenikmatan tertinggi dan terkuat di alam semesta saja tidak dapat melengkapi hidup tanpa pasangan, apalagi kehidupan di dunia yang fana dan penuh kekurangan ini. Allah SWT Maha Tahu persis bahwa manusia membutuhkan belahan jiwa.
2. Tujuan Utama Penciptaan Hawa: Ketenangan Sejati
Penciptaan Hawa bukanlah kebetulan atau permintaan Adam. Allah Maha Tahu kebutuhan Adam. Ketika Hawa hadir, tujuannya langsung terungkap:
“Litaskunu ilaiha” (agar kamu merasa Sakinah/tenang bersamanya).
Tujuan pernikahan, dalam esensi terdalamnya, adalah Sakinah (ketenangan). Ini lebih dari sekadar cinta (mawaddah) atau kasih sayang (rahmah). Sakinah adalah pondasi yang membuat hati seorang laki-laki benar-benar damai.
Kisah penciptaan Hawa dari tulang rusuk sebelah kiri Adam saat ia tidur juga menyimpan hikmah mendalam:
- Saat Adam Tidur: Hawa diciptakan saat Adam tidur agar Adam tidak merasakan sakit akibat pengambilan tulang rusuknya. Laki-laki cenderung membenci rasa sakit; jika ia merasakan sakit saat pasangannya hadir, dikhawatirkan akan timbul rasa benci.
- Sifat Wanita: Berbeda dengan laki-laki, wanita dibekali kekuatan dan rasa yang luar biasa. Walau harus merasakan sakit (seperti saat melahirkan), rasa sakit itu justru menguatkan cinta dan kasih sayangnya. Ini menegaskan bahwa dalam sebuah hubungan, laki-laki membutuhkan kenyamanan, sementara wanita mampu bertahan dan menguatkan dalam kondisi sulit.
3. Reuni Keluarga: Berpasangan Sampai ke Surga
Kebahagiaan yang dicari dalam pernikahan bukanlah hanya sebatas berakhirnya kesepian di dunia, melainkan janji kebersamaan yang abadi. Sebuah ayat Al-Qur’an (QS. Ar-Ra’d: 23) mengisyaratkan hal ini:
“Yadkhulunahaa wa man shalaha min aabaa’ihim wa azwaajihim wa dzurriyyatihim…”
Mereka masuk ke dalamnya (Surga ‘Adn) bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapak mereka, pasangan-pasangan mereka, dan anak cucu mereka.
Ini adalah visi reuni keluarga yang paling indah. Allah menjanjikan bahwa orang-orang yang beriman dan saleh akan dikumpulkan kembali dengan pasangan dan keturunan mereka di surga yang sama.
Lalu, apa kunci untuk mewujudkan “Happy Ending” ini? Kuncinya diberikan langsung oleh para malaikat saat menyambut keluarga-keluarga di surga:
“Salāmun ‘alaikum bimā shabartum” (Keselamatan atas kalian karena kesabaran kalian).
Pesan dari kisah Nabi Adam dan hikayat pernikahan ini jelas: Sehebat apa pun pencapaian Anda, hidup tidak akan sempurna tanpa pasangan. Dan untuk menjaga kesempurnaan itu hingga ke surga, kesabaran dalam menjalani peran sebagai suami, istri, ayah, dan ibu adalah modal utamanya.
Tonton video lengkapnya..
 
             
                 
                                     
                                    
Belum ada yang komen nih..